Jangan Menulis Kalau Belum Pintar





Untuk bisa menulis, merangkai kalimat demi kalimat untuk menghasilkan tulisan yang bermakna, kita perlu banyak membaca. Really?


NOTE : Saya menulis karena saya bahagia. Harap diingat. ^^


Hai! Perkenalkan, nama saya Alvi.
Seperti yang bisa kalian baca di kolom perkenalan, saya mahasiswa jurusan Sastra Inggris di salah satu universitas negeri di Kota Malang. Dikelilingi oleh masyarakat kampus yang berkutat di disiplin ilmu yang sama tentu membuat saya senang. Dapat bertukar pikiran dengan orang lain dari self-background dan pikiran yang berbeda pun membuat saya terkagum-kagum dengan cara kerja manusia, lebih tepatnya cara kerja otak manusia. Betapa tidak, manusia diberkahi dengan akal, ditempatkan, diterbarkan di muka bumi di tempat yang berbeda-beda, lantas pada suatu masa dikumpulkan di suatu tempat yang sama, dipindahkan lagi ke tempat lain, dipertemukan dengan orang yang berbeda, dan seterusnya. Selama seseorang ditempatkan di suatu tempat, ia akan belajar sesuatu. Ah, paling tidak, ia mengalami sesuatu. Dari rangkaian peristiwa-peristiwa dalam suatu waktu tersebut, otak seseorang itu pun merekam kejadian di masa itu, merangkum data, menganalisis peristiwa, mengindera terjadinya permasalahan, menemukan kesalahan, mencari cara memperbaiki kesalahan tersebut, dan menyusun potongan-potongan kejadian tersebut menjadi satu set pelajaran yang utuh, siap disimpan sebagai “LESSON” dalam memori.
Well, singkatnya, banyak yang bisa kita lakukan dengan anugerah akal ini.

Demikian halnya saya, sesosok makhluk kecil diantara trilliunan manusia di seantero bumi, saya juga ‘ditebar’ di tempat-tempat yang berbeda. Dipertemukan dengan orang-orang yang berbeda, dipindahkan kesana-kemari, membuat saya mengerti kebiasaan manusia. Utamanya manusia modern (karena memang saya hidup di zaman modern :3 ).

Mereka suka sekali sesuatu yang simpel, memanfaatkan teknologi dengan alasan mempermudah pekerjaan dan berakar pada ketidaksukaan akan sesuatu yang rumit. Well, itu mayoritas. Nah, yang jadi minoritas disini adalah orang yang menciptakan teknologi tersebut. Kalangan yang membuat sesuatu, menginovasi sesuatu, maupun penggerak menuju keadaan lain yang menurut mereka lebih baik. Coba tanyakan kepada mereka, apakah mereka menyukai sesuatu yang simpel? Ya, mungkin mereka menyukainya, maka dari itulah mereka membuatanya. Tapi proses yang mereka jalani menuju hasil ‘kesimpelan’ tersebut benar-benar tidak simpel.

Sesuai dengan bidang yang saya pelajari, saya bergerak dan banyak mengamati permasalahan-permasalahan di bidang pendidikan. Menyadari bahwa sektor pendidikan adalah pilar terpenting dalam suatu negara, pendidikan yang ada di negara saya ini belum bisa dikatakan bagus. Stabil pun tidak. Permasalahan terkait kurikulum yang selalu berubah-ubah, kesenjangan tenaga pendidik yang kompeten, sistem seleksi yang amburadul, sistem evaluasi belajar akhir tahun yang masih ‘dianggap’ wajar, dan lain sebagainya menyebabkan pendidikan di Indonesia tidak kunjung menemukan ujung yang cerah.

Well, ini tulisan pertama saya yang berbicara tentang permasalahan manusia, khususnya calon pendidik. Ups, tapi, bukankah kelak semua manusia akan menjadi pendidik? : )

Untuk saat ini, saya akan bercerita dan menyampaikan pendapat saya mengenai kesenjangan tenaga pendidik yang kompeten. Ya, cukup itu dulu. Karena……… jika saya bahas seluruhnya dalam satu tulisan, hasilnya akan sangat panjang nan amburadul. (Sama amburadulnya dengan sistem pendidikan di ……………..) :3
Eh, sebentar, mohon maaf bila tulisan ini sangat acak dan terkesan ‘mblakrak’ , karena jujur sampai kata yang tertulis sekarang ini, saya nggak tau dari tadi saya ngomongin apa. XD

Oke, back to the lecture XD
Setelah tadi di awal saya bicara tentang betapa kagumnya saya akan cara kerja otak manusia, hal itu sangat berkaitan dengan apa yang pendidik dan calon pendidik dapat lakukan dengan bantuan akal. Memang pada dasarnya manusia diberi akal untuk berpikir kan? Dan bukan hanya memikirkan permasalahan pribadi saja, melainkan permasalahan jangka panjang yang membutuhkan dobrakan sedari dini menuju perubahan bahkan oleh komponen terkecil negara seperti kita, - bukan anggota parpol, DPR, MPR, MUI, apalagi presiden dan menteri - :3 , yang kerap kali diacuhkan oleh orang dari kalangan atas.

Perubahan yang saya maksud adalah perubahan pola pikir dan cara menyikapi keamburadulan yang nyata terjadi di depan mata kita. Jika kita lihat ke sekeliling, hanya segelintir orang yang mau dan berani menyuarakan keinginan terpendam dalam batin, menyuarakan sesuatu yang dianggapnya benar, dan semacamnya. Padahal? Tidak segelintir orang itu  saja yang ingin bahagia. Semua orang ingin bahagia. Semua orang ingin suaranya didengar. Semua orang ingin meraih kesejahteraan dan ketentraman dalam hidupnya. Dan mereka berhak. Itulah hak asasi manusia.

Emm… saya yakin teman-teman sudah tahu seberapa kuat pengaruh media massa dalam membentuk serta mempengaruhi pola pikir sebagian besar warga dunia. Tawaran pemikiran- pemikiran, ide, bahkan konspirasi pun tidak akan berhasil tanpa uluran tangan media massa. Ringkasnya, media massa amat berpengaruh terhadap masa depan bangsa. Masalahnya, orang-orang yang saya bilang dari ‘kalangan atas’ tadi menguasai semuanya, bahkan media massa berada di genggamannya. Ya kalau ‘kalangan atas’ tersebut berideologi baik (read : benar), lha nyatanya?

Jadi, maksud saya disini, saya ingin menegaskan (read : mengingatkan) kepada pembaca, teman-teman semua agar meyadari manfaat media massa, dan mencaritahu apa yang dapat kita lakukan melaluinya (kalau tidak keberatan, menguasainya juga). Media massa kan tidak hanya koran, tabloid, majalah, (itu media cetak, btw  XD ), tapi juga internet. Jadi, apa yang bisa kita lakukan dengan – melalui internet?

Apa lagi kalau bukan menulis?
Ah, zaman sekarang, mudah sekali kita menemukan portal berita atau website yang mau menerima tulisan apapun dari kita. Sebut saja, Inspirasi.co , Kompasiana, Kaskus (wkwk XD), dan banyak yang lain. (coba google aja. Suer banyak. :3 ). Kalaupun gak nemu yang pas atau ingin buat folder kumpulan tulisan pribadi online, tuh manfaatkan Wordpress atau Blogspot.

Saya banyak bertemu dengan orang-orang (mahasiswa calon pendidik juga) yang tidak bosan menumpuk buku hariannya, dan ujung-ujungnya hanya menyimpannya di kardus sudut kamar. Well, saya akui, menulis buku harian itu sangat bagus. Tapi apa gunanya jika kita bahkan tidak mencoba membuka-bukanya kembali, menganalisis kejadian dan permasalahan di hari-hari yang lalu, dan hanya membiarkan buku-buku berharga tersebut lapuk dimakan rayap?
Alih-alih mencari inspirasi dan ide tulisan fresh yang bisa kita tulis, hanya menghidupi para rayap-kah yang hendak kita lakukan?

Lebih parah lagi, saya juga menemukan banyak teman (sayangnya juga calon pendidik), yang sama sekali tidak menulis. Boleh saja mahasiswa itu tidak terlalu aktif berbicara karena mereka memang bukan tipe talkative atau pendiam, tapi, dapat saya pastikan akal mereka bekerja sebagaimana manusia normal yang sudah seharusnya menggunakan kesempatan lain (jika memang ia benar-benar menyerah untuk berbicara). Mereka harus menulis.

Ada teman saya yang mana dia bisa dibilang pintar. Mungkin bahkan lebih pintar dari teman sekelas saya di suatu mata kuliah. Dia sangat pasif di kelas. Dia pendiam. Tapi ketika saya bekerja dalam satu kelompok dengannya, ide yang ia berikan sangat membantu. Walaupun ia menyampaikannya dengan lambat, tidak percaya diri, dan banyak disisipi kata “maaf kalau salah”. Batin saya waktu itu : “WHAT?? MINTA MAAF KENAPA? IDEMU ITU BAGUSSS!!”
Singkatnya begitu. Dia pintar, tapi pasif di kelas, jarang bicara, disapa pun hanya senyum aneh, dan sayangnya dia pun tidak menulis. (well, sampai sekarang aku bingung kerjaannya ngapain pas nganggur2, karena ada beberapa alasan yang membuatku menyimpulkan bahwa ia gak terlalu suka baca buku) :3

Kalau aku boleh bilang satu kata, aku akan bilang “EMAN” ke mereka. Masih segar, masih muda, nggak mau menulis, kalau menulis pun disimpan sendiri, plus tidak sadar apa manfaat (dan bagaimana cara memanfaatkan) media dengan baik, tujuan mulia, yang nantinya akan mendorong perubahan besar pada bangsa ini. Masih mending (nggak mending juga sih sbnernya -_-) cuma ‘anak muda’ yang tidak menyadari manfaat media massa, sayangnya calon pendidik dan banyak tenaga pengajar (guru) yang juga tidak mengerti. Padahal……. seharusnya mereka sudah tahu, sadar apa yang bisa mereka lakukan untuk membangun bangsa.

Saya bertanya kepada beberapa guru saya yang tidak menulis. Beliau-beliau bilang kalau beban kerja guru di kurikulum 2013 ini sudah sangat berat. Banyak guru yang tidak sanggup mengerjakannya sendiri lantaran RPP, promes, prota, silabus, banyak lagi yang harus dikerjakan, belum lagi tugas mereka dalam keluarga. Ibu-ibu yang juga harus mengajari dan mendampingi anaknya, merawat suaminya, dan lai sebagainya. Akhirnya, sebagian tugas tersebut juga merupakan tanggung jawab anaknya. Anak-anaknya lah yang membantu mereka. Itupun waktu mereka tetap gak nutut. Disini saya bisa paham mengapa guru-guru lawas (read : angkatan sepuh) tidak sanggup menulis karena memang tuntutan tugasnya berat dengan kapasitas pendidikan jadul. Mana bisa disamakan dengan guru-guru muda?

Yang jadi masalah kan guru-guru muda dan calon tenaga pendidik ini. Mereka masih fresh, juga cekatan mengoperasikan komputer. Mengapa tidak menulis?

Baik. Saya akhirnya bertanya pada beberapa teman yang sebagian sudah saya ceritakan di atas tadi. Alasan mereka klise. Tidak tahu mau menulis apa, tidak percaya diri, tidak bakat menulis, tidak menguasai apa yang ingin ditulis, tidak terlalu suka baca buku jelas ga bisa nulis, and many more. Lah? Dikiranya saya nulis karena saya bakat? Dikiranya saya gak bingung gimana caranya nulis? Dikiranya saya sepercaya-diri itu? Dikiranya saya baca semua buku? Kalla! No! Tidak!

Memang, banyak yang bilang kalau menulis itu butuh banyak baca. Dengan kata lain harus pintar dulu. Tapi menurut saya, yang menulis harus pintar dulu itu baru tepat jika ditempatkan untuk menulis skripsi, penelitian, artikel ilmiah, dan semacamnya. Kalau itu jelas, bila ada referensi, informasi, dan ilmu yang keliru, babak belur sudah. Tapi perlukah pintar dulu untuk sekedar menulis jurnal harian dan artikel non-penelitian, atau hanya sekedar menuangkan apa yang ada di pikiran? No! Menulis ya menulis. Justru itu cara menunjukkan seberapa jauh kemampuan dan pengetahuanmu. Jujur sajalah, buat apa ditutup-tutupi. Toh orang akan paham sejauh mana kemampuan kita dan tidak akan nge-judge lebih dari apa yang kita mampu tangkap. Coba lihat pemain bola, kalau mereka tidak jujur dengan kemampuan mereka dan tidak berani menunjukkan apa yang bisa mereka lakukan sejauh kapasitas mereka, maka tidak akan ada “PERTANDINGAN SEPAK BOLA” di dunia ini. Intinya, percaya diri saja. Itu benar-benar penting.

Anggaplah kita semua menulis, menuangkan pikiran-pikiran positif, menularkan ke banyak orang, itulah esensi dasar menulis. Dan jika nanti pada akhirnya semua orang sepakat dengan pemikiran kita, dunia dilingkupi energi positif, tamatlah si negatif. #LOL  XD
Yaaa…. maksudnya, nanti saya yakin bakal ada perubahan yang lebih baik pada dunia. Sekarang juga, menulislah! Jangan takut. Jangan tutup-tutupi batas kemampuan diri. Tulisanmu adalah dirimu. Anggap saja kita sedang berada di lapangan sepak bola, bertanding dengan bintang-bintang liga seperti Wayne Rooney, Lionel Messi, Valentino Rossi, Ups!* XD
Yah begitulah. Paling tidak kita harus mencoba apa yang dapat kita lakukan sekarang. Pemikiranmu, idemu, perasaanmu, keinginanmu, ungkapkan. Hanya itu saja yang dibutuhkan dalam menulis. Plus kepercayadirian.

Bagi kita generasi muda, juga calon guru, pendidik bangsa dimana kebodohan atau kecerdasan akan menjadi efek jangka panjang dari keputusan dalam genggamannya, serta semua yang menginginkan dunia menjadi tempat tinggal yang lebih baik,, menulislah. Manfaatkan media yang ada. Sebarkan. Mari kita bertukar pikiran, mencoba tuk open-minded, serta mengakui sekaligus meng-upgrade kapasitas kita.
Dengan menulis, kita bisa berbagi, belajar, dan MEMBACA.
Well, saya bisa bilang kalau membaca itu efek dari menulis. Tapi dibolak-balik boleh juga. Nanti saya pikirkan. Wkwkwk… agak gak penting. XD

Alright! : )
Terima kasih sudah membaca tulisan yang sedikit panjang, bertele-tele, dan penuh usaha dan kepercayadirian tinggi untuk mempostingnya ini. Hehe. Saya harap teman-teman mendapat ‘sesuatu’ dari sini. Bila ada salah kata atau apalah, itu diluar kapasitas saya. Ehehe  XP
Sekali lagi TERIMA KASIH!... ^^

XOXO
Alvi Rosyidah
Malang, 1 Juni 2017
.
*(Unedited)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 1) | Literal Translation dan Beberapa Catatan Penting

Analisis Lagu "The Masterplan" - Oasis

Terjemahan Bebas dan Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 2)

Kritik terhadap Standar Sosial serta Impian Manusia yang Terdistorsi | Analisis Lirik Lagu Californication oleh Red Hot Chili Peppers

Bahaya Jas Almamater (dan Sebangsanya)

5 Film dengan Soundtrack Lagu The Beatles

Gloomy Sunday - Billie Holiday

Siluet Kegetiran Mempertahankan Hal-Hal yang di Ambang Kehancuran | Makna Lagu Dead in the Water - Noel Gallagher's High Flying Birds

Resensi & Review Buku: Journal of Gratitude [Sarah Amijo]

Terbang Tinggi dan Jatuh Tenggelam di antara Ledakan Gemintang | Memaknai Lirik Lagu Champagne Supernova - Oasis