Postingan

Menampilkan postingan dari 2017

Perkenalanku dengan Jurusan Sastra Inggris

Gambar
Dulu, waktu masih duduk di bangku SD, aku suka sekali Bahasa Inggris. Itu pelajaran favoritku. Waktu SMP dan SMA juga tetap suka Bahasa Inggris, tapi karena lingkungan tidak mendukung, jadinya kemampuanku diam di tempat, tidak menguat, tidak pula meningkat secara signifikan. Paling-paling cuma belajar sebagian kecil Tenses, expression, macam-macam teks, dan sebagainya. Selama belajar 12 tahun itu pun, aku tidak tahu bagaimana rasanya masuk laboratorium bahasa, karena di sekolahku memang tidak pernah ada. Selain itu, - bukan maksud meremehkan -, tapi standar perekrutan guru di sekolahku memang berbeda dengan sekolah-sekolah negeri. Karena saat SMP aku dipondokkan, guru-guru yang masuk pun difilter dengan kriteria-kriteria tertentu yang lebih berdasar kepada ajaran Islam yang dianut pondok (seperti cara berpakaian, berdandan, dan sebagainya). Saat SMA, ah, sebenarnya aku masih menghabiskan 1 semester di pondok, lalu semester berikutnya pindah ke sebuah Madrasah Aliyah swasta.

Akan Ada Masanya

Gambar
Akan ada masanya, Anak muda jauh di masa depan Tidak lagi mengenal dalam novel-novel hits, "Mobil itu melesat dengan cepatnya, bagaikan Buraq versi kasat mata." Mobil? Melesat cepat? Apakah memang pernah ada? Melainkan "Mobil itu merayap dengan perlahan, bagaikan ulat mencari makan." Akan ada masanya, Anak muda jauh di masa depan Tidak lagi menemukan dalam koran, "Si pengendara Mio merah muda itu tewas ditabrak oleh Jaguar berkecepatan tinggi." Melainkan "Si pengendara Mio merah muda itu tewas sesak napas akibat polusi dari macetnya lalu lintas." Begitulah.. Manusia mulai berubah Demikian pula cerita-cerita yang dimilikinya Apa kabar literatur masa depan? Aku ingin tahu apa yang dipikirkan manusia-manusia pada zamanmu! --------------------------- Just a random thought of me, Alvi Rosyidah || @alvrose_ Cheers!

Sembilan Detik

Gambar
Sepulang kuliah sore ini, aku melihat sebuah adegan menarik. Adegan yang selama ini kusangsikan keberadaannya. Kegiatan sepeda motoran di tengah hujan kali ini terasa lebih bermakna ditemani setir oleng gara-gara ban bocor. Kata temanku, kalau ban depan yang bocor, kita harus mundur duduknya, di bagian belakang jok. Katanya, biar ban gak tambah bocor dan rusak. Aku tau bahwa dia sok tau. Tapi khusus untuk kondisi darurat yang mempertaruhkan nyawaku ini, aku rela memundurkan badan, duduk di bagian belakang jok sembari tetap memegang erat setirnya, dan tetap berkendara dengan gaya demikian sampai bengkel. *Kau tau, Kawan? Aku merasa seperti orang bodoh. 😑 Rasa bertemu pak tukang tambal ban ibaratkan sang pendosa bertemu guru, penjual koran bertemu pembeli, atau orang sakit bertemu dokter. Bahagia sekali! "Badhe nembel, Pak." kataku pada pahlawan sekaligus dokter sepeda motorku. "Nggih, monggo mriki.." katanya. Aku mempersilakan sepeda motorku masuk ke ru

Stereotip

Gambar
Pic: Pascal Campion  JANGAN DIBACA! *Mengandung 85% pengalaman pribadi dan 25% wawancara *Kok gitu hitungannya? Kamu anak Sastra ya? Pantesan gak bisa matematika.. _________________________ Istilah “ibu-ibu berkendara” pasti sudah tidak asing di telinga kita, utamanya bagi makhluk-makhluk yang mengaku WNI. Saking tenarnya, saya sering lihat meme-meme yang menyinggung tentang itu di media sosial. Yep, tentang kelakuan si kaum ibu tersebut saat bersepeda di jalan raya. Suka lupa nyalakan lampu sein, mau belok kanan ngasih tanda belok kiri, lupa matikan lampu sein hingga belokan berikutnya, bersepeda – sangat pelan sekali – di tengah jalan (bukannya di pinggiran), dan lain sebagainya, sudah jadi stereotip bagi ibu-ibu yang berkendara, baik yang menggunakan mobil maupun sepeda motor. Bahkan kadang saya sendiri kalau melihat mobil yang jalannya tidak mantap dan seolah tidak jelas mau nyalip atau bagaimana, dalam hati saya berkata, “Iki mesti wedok sing nyetir”, atau “Iki mesti

Apa Salah Waktu?

Gambar
Lima detik sebelum menulis judul diatas, saya berselancar di Play Store dengan tujuan window-shopping. Tiba-tiba mata saya menangkap suatu game yang tidak terlalu menarik secara visual (walaupun justru itu yang membuatnya menarik, karena mempunyai rating yang nyatanya tinggi). Saya tertarik mendownloadnya. Tapi sebelumnya, saya terbiasa melihat-lihat komentar dan feedback dari pengguna aplikasi tersebut. Jadilah saya geser-geser-geser-geser kebawah. Seperti pada umumnya, banyak yang berkomentar dengan kata "addictive", "interesting", "great", atau sebangsanya. Ada pula yang berkomentar "great time-killer". Berhubung sudah malam, pikiran saya langsung ngeluyur ke hal lain. Sedikit absurd, tapi, yah, begitulah~ You know me. Warning ⛔ (Kita telah melalui ranah makna "waktu" dalam konteks per-game-an, dan mulai memasuki ranah makna "waktu" secara universal) "Great Time Killer" Kenapa? Kenapa waktu harus dibunu

Day 30 - Terima Kasih!

Gambar
Alhamdulillah.. Project yang diawali pada tanggal 3 September ini akhirnya selesai juga, walaupun tanggal selesainya 15 Oktober. Hahaha.. Molor 2 minggu. XD Saya sebagai partisipan dari project ini sekaligus empunya blog dan tulisan-tulisan disini merasa lega dan ingin berterima kasih sebesar-besarnya pada seluruh pembaca dan juga yang berkomentar disini. :3 Mohon maaf bila diantara tulisan berlabel #30hariberbagicerita terdapat sesuatu yang mengganggu dan memojokkan pembaca :v , harap maklum. Saya memang begitu orangnya, meskipun saya sudah berusaha mempolishnya selembut yang saya mampu. Wkwkwk Terima kasiiiih untuk semuanya! Sampai jumpa di edisi “jarang posting” saya! XD :v Bye! Xoxo Alev