My Love Is Like a Red, Red Rose | Serangkai Ungkapan Kasih dalam Sebuah Puisi Berusia Ratusan Tahun
Di kehidupan modern ini, makin hari, dunia makin kehilangan sisi puitisnya. Segala hal terkatakan dengan lugas, ringkas. “Love ya, babe,” atau bahkan “ILY” menjadi ihwal familier di antara sepasang kekasih untuk mengungkapkan cintanya. Hambar, membosankan, dan sama sekali tidak mewakili perasaan—jika perasaan itu benar ada. Paling tidak, itu bagiku. Pada esensinya, cinta harus diungkapkan dengan sekuat tenaga. Kau akan lebih mudah mengenalinya jika itu terejawantah dalam tindakan. Namun, jika itu ucapan, oh dear, “ILY” saja tidak cukup. Semua orang—bahkan yang tidak saling cinta—pun bisa mengatakannya.
Dua ratus tiga puluh tahun lalu, seorang pujangga Skotlandia, Robert Burns, menyampaikan perasaannya dengan sangat elok. Itu termaktub dalam manuskrip puisinya yang berjudul A Red, Red Rose. Aku teringat ini saat memutar playlist lamaku di Spotify. Bertengger di sana sebuah lagu berjudul My Love Is Like a Red Red Rose yang pada dasarnya merupakan puisi Robert Burns yang dilagukan. Suara sopran Isobel Cooper—atau popular dikenal dengan nama Izzy—menghiasi rekaman audio berdurasi 3:29 itu. Tak ayal, lagu ini kumasukkan dalam daftar putar balada lagu tidurku.
Kawan, jika kau ingin mengetahui syair sekaligus makna pun penjelasan dari A Red, Red Rose (Robert Burns)/My Love Is Like a Red Red Rose (Isobel Cooper) ini, bacalah tulisan ini dengan khidmat. Semoga kau jatuh cinta pada syair ini sebagaimana kau jatuh cinta pada pujaan hatimu.
------------------------------
O my luve is like a red, red rose
That’s newly sprung in June;
O my luve is like the melodie
That’s sweetly play’d in tune.
(Oh my love is like a red, red rose
// that is newly sprung in June // Oh my love is like the melody // that is
sweetly played in tune)
Di sini, penyair banyak menggunakan
majas simile untuk mengibaratkan rasa cintanya. Pertama, ia diibaratkan sebagai
bunga mawar merah yang baru saja tumbuh di bulan Juni. Juni adalah bulan yang
indah, dan cinta itu digambarkan sebagai mawar segar yang semerbaknya akan
bertahan hingga waktu yang lama. Kedua, perasaan cinta itu juga diibaratkan
dengan nada-nada manis yang dimainkan dengan merdu. Dengan nada yang merdu itu,
seseorang akan dapat merasakan ketenangan, terhiasi harinya, dan merasa bahagia
setiap waktu.
So fair art thou, my bonnie lass,
So deep in luve am I;
And I will luve thee still, my dear,
Till a’ the seas gang dry.
(So fair are you, my bonnie lass //
so deep in love am I // And I will love you still, my dear // till all the seas
going dry)
Di bait ini, penyair memuji betapa
cantiknya sang pujaan hati dan betapa ia telah jatuh cinta teramat dalam (di
Skotlandia, lass umum digunakan sebagai pengganti kata girl). Di
dua baris terakhir, penyair bersumpah akan terus mencintainya hingga
seluruh lautan di bumi ini mengering. Ia tahu bahwa laut mengering adalah hal
yang mustahil terjadi, sehingga penyair memanfaatkan hal ini untuk menyatakan
“selamanya” atau “hingga habis masa”.
Till a’ the seas gang dry, my dear,
And the rocks melt wi’ the sun;
I will love thee still, my dear,
While the sands o’ life shall run.
(Till all the seas going dry, my dear
// and the rocks melt with the sun // I will love you still, my dear // while the
sands of life shall run)
Sama dengan pola sebelumnya, penyair
kembali menggunakan kemustahilan untuk menyatakan betapa long-lasting
cintanya itu. Di bait ini, ia mengatakan bahwa cintanya hanya akan berakhir
jika bebatuan meleleh oleh matahari. Di baris terakhir, “sands of life”
dipadukan dengan “run” sehingga bermakna jam pasir kehidupan yang
berjalan. Jadi, maksud keseluruhannya adalah penyair akan masih tetap mencintai
kekasihnya itu sepanjang hayat (hingga jam pasirnya menitikkan butir pasir
terakhir).
And fare thee weel, my only luve!
And fare thee weel awhile!
And I will come again, my luve,
Though it were ten thousand mile.
(And farewell, my only love // and
farewell for a while // and I will come again, my love // though it were ten
thousand mile)
Di bait ini, kita mulai memahami alasan penyair
terus-menerus memberikan afirmasi soal cintanya, yang tak lain adalah karena
mereka akan berpisah. Namun, seperti yang dikatakan pada baris kedua,
perpisahan itu tampaknya hanya sementara (“awhile”). Hal itu ditekankan
lagi pada baris selanjutnya di mana penyair mengatakan ia akan kembali lagi
untuk menemui kekasihnya, meskipun ia harus melakukan perjalanan ribuan mil.
------------------------------
Nah, bagaimana menurut kawan-kawan
sekalian?
Jika kamu perempuan, bayangkan jika kamu
akan berpisah dengan kekasih, kemudian kali terakhir kalian bertemu, ia
memberimu sepucuk surat semacam ini. Akankah kamu merasa berbunga-bunga
membumbung mengangkasa, ataukah kauanggap itu sangat cringe? Hahah.
Dan jika kamu lelaki, mampukah kalian membuat sebuah puisi indah untuk pujaan
hatimu yang tidak cringe sekaligus bisa pula dinikmati orang banyak? Silakan
dicoba, dan jadilah kalian Romeo dan Juliet abad 21. :)
Oh iya, selain versi Isobel Cooper (Izzy), ada banyak musisi yang menyanyikan/memainkannya dengan apik (paling tidak, menurutku). Versi yang paling mirip dengan Izzy tetapi dinyanyikan oleh pria adalah versi Celtic Thunder & Paul Byrom. Jika kalian menyukai musik yang lebih ceria dengan tempo cepat, kalian bisa coba versi Ogham Scottish Folk Music. Terakhir, untuk versi musik saja tanpa vokal, aku sangat merekomendasikan versi Bear McCreary yang dijadikan soundtrack serial Outlander season 5. I promise, all of them are beautiful!
Oke, sampai sini dulu bincang kita. Mari kita sambung lain hari. Berhubung ini sudah mendekati lebaran, aku sekalian ingin memohon maaf lahir batin yaa. Blog ini sangat banyak kurangnya, apalagi tulisan-tulisan terdahulu (circa 2015) yang miskin manfaat, hahah (tapi tetap tidak akan kuhapus karena biar bagaimanapun, itu tetap aku. Juga sebagai bukti bahwa setiap manusia mampu tumbuh, berubah, dan berkembang). 😊🌻
Sekian, salam hangat,
Alvirosy.
Pic Source: Wirestock, EdinburghSketcher
Komentar
Posting Komentar