Postingan

Menampilkan postingan dengan label literatur

My Love Is Like a Red, Red Rose | Serangkai Ungkapan Kasih dalam Sebuah Puisi Berusia Ratusan Tahun

Gambar
Di kehidupan modern ini, makin hari, dunia makin kehilangan sisi puitisnya. Segala hal terkatakan dengan lugas, ringkas. “ Love ya, babe ,” atau bahkan “ILY” menjadi ihwal familier di antara sepasang kekasih untuk mengungkapkan cintanya. Hambar, membosankan, dan sama sekali tidak mewakili perasaan—jika perasaan itu benar ada. Paling tidak, itu bagiku. Pada esensinya, cinta harus diungkapkan dengan sekuat tenaga. Kau akan lebih mudah mengenalinya jika itu terejawantah dalam tindakan. Namun, jika itu ucapan, oh dear , “ILY” saja tidak cukup. Semua orang—bahkan yang tidak saling cinta—pun bisa mengatakannya.      Dua ratus tiga puluh tahun lalu, seorang pujangga Skotlandia, Robert Burns, menyampaikan perasaannya dengan sangat elok. Itu termaktub dalam manuskrip puisinya yang berjudul A Red, Red Rose. Aku teringat ini saat memutar playlist lamaku di Spotify. Bertengger di sana sebuah lagu berjudul My Love Is Like a Red Red Rose yang pada dasarnya merupakan puisi Robert Burns yang dilaguka

Resensi & Review Buku: The Comfort Book [Matt Haig]

Gambar
Kita semua tahu–baik secara teori maupun empiris–bahwa di titik-titik terendah dalam hidup kita, selalu ditemukan pelajaran-pelajaran dan hikmah yang tak akan kita temui jika kita tidak mengalami pengalaman buruk itu. Matt Haig dalam buku The Comfort Book ini menuliskan pelajaran-pelajaran yang sebagian besar ia dapatkan pada waktu-waktu sulit yang ia alami. Membaca buku ini terasa seperti membaca jurnal atau buku catatan yang isinya cukup random dan seinginnya penulisnya, atau dalam bahasa Jawa “ sak sir-e penulis ”. Bagi sebagian orang, buku ini mungkin membangkitkan ingatan atau trauma masa lalu mengingat adanya topik depresi dan suicide (bunuh diri) di sini. Tapi tenang saja, saya rasa tidak akan berakhir buruk, karena Matt Haig akan menuntunmu untuk memeluk ingatan dan trauma itu, kemudian hidup berdampingan dengan damai dengannya. Bagi sebagian yang lain, buku ini mungkin hanyalah rangkaian kalimat-kalimat dangkal yang mungkin sudah pernah terpikirkan atau sudah pernah dibaca. S

Seorang Aktor, Isyarat dan Bagaimana Foreshadowing Bekerja

Gambar
Di tengah hari yang cukup tenang itu, dalam sebuah panggilan video tertanggal 4 Mei 2021, lelaki itu berkata pada lawan bicaranya di telepon, "Aku akan ke stasiun pukul 15:00, sementara itu, masih hal yang harus kuurus sekarang, dan juga aku harus ke beberapa tempat. Akan kuhubungi lagi jika aku sudah di kereta, oke?" Dia mengakhiri panggilan video itu dengan kalimat, "Doakan aku selamat ya, hehe, harus ngebut soalnya ini." Lawan bicaranya hanya mengamini saja, lalu mereka bertukar salam penutup. Si lawan bicara itu tidak tahu bahwa kalimat terakhir lelaki itu adalah sebuah pertanda, yang di dunia perfilman biasa disebut foreshadowing -secuil petunjuk yang berfungsi sebagai hint mengenai apa yang akan terjadi di adegan selanjutnya, atau bahkan jauh di akhir cerita. Lelaki itu berujung tidak menginjakkan kaki di stasiun seperti yang direncanakan, tidak pula menghubungi seseorang yang kepadanya diberikan sebuah janji. Selepas magrib, ia baru mengirim sebuah pesan, &q

Tentang Tabiat Manusia, Kebencian, hingga Oedipus Rex

Gambar
Tanpa saya sadari, saya semakin berjarak dengan blog ini. Yang mulanya menulis konten karena tidak ada kerjaan, sekarang hanya menulis jika benar-benar ada yang perlu dibicarakan. Ah, dimana-mana, semakin tua, kesan serius makin nampak. Padahal, siapa yang menginginkan itu terjadi? Oke, jadi benar. Ada hal yang ingin saya bagikan disini, sekarang, sebelum semuanya lenyap digerus otak saya yang lempeng, mudah lupa, makin tumpul disebabkan kebanyakan rebahan (a shout-out for COVID-19!). Dan kali ini saya ingin membicarakannya dengan santai. You too, grab a cup of tea . :) Beberapa hari lalu, tepatnya di hari H Idul Fitri, para kerabat dekat berkunjung ke kediaman saya, dan salah seorang melihat seonggok buku diatas bantal tidur saya. Buku itu bukan novel, melainkan kumpulan esai yang dibendel 471 halaman, dengan desain sampul unik khas orderan seorang budayawan. Dan memang, penulisnya tak lain dan tak bukan adalah seorang budayawan. Amat beken di masanya, dan buku ini