Berpikir Kritis, Sepenting Apa?



Dulu, saya pernah sekali melakukannya tanpa pikir panjang.
Sekali ditegur, malu seumur hidup.
Dan lagi-lagi saya membuktikan kebenaran “Malu itu sebagian dari iman.”
Hahaha.. Baca! XD
__________

Hari ini, hari kedua kuliah di semester 4. Mata kuliah pertama ada Advanced Reading, bersama Pak dosen yang menurut saya, orangnya cerdas, teliti, dan menyenangkan. :D
Sebelum memulai pelajaran baru, beliau bercerita tentang sesuatu yang menarik. Cerita itu tentang suatu negeri yang (sebenarnya) potensial dan mengagumkan. Sayangnya, minat baca penduduk negeri itu sangat rendah. Menurut riset bertajuk “Most Literred Nation in the World” yang dilakukan oleh Central Connecticut State University pada Maret 2016 lalu, peringkat minat baca penduduk negeri itu berada di urutan ke-60 dari 61 negara. Ranking 2 dari bawah! Mengagumkan, bukan?
Ya. Menurut beliau, bahkan dosen-dosen dan pelajar di negeri itu pun kalah kalau dibanding kaum terpelajar di luar sana, kaitannya dengan produktivitas. Tapi beliau menambahkan, output yang diberikan pun tidak akan sama dengan yang di luar negeri, karena input dan prosesnya saja berbeda. Terlebih ketika keadaan suatu negara mempengaruhi kemakmuran penduduknya, seperti permasalahan-permasalahan ekonomi, sistem pendidikan, politik, dan lain sebangsanya. Jadi intinya, beliau maklum. Saya pun juga, menerima apa adanya. :’3
*(tolong dipahami sendiri. 1 contoh, kalo aku yang bahas bisa 1 bab sendiri. Haha) :D

Nah, ironisnya, negeri itu menempati peringkat ke-4 di dunia dengan pengguna aplikasi LINE terbanyak, dan peringkat ke-2 di dunia dengan pengguna internet terbesar. Bahkan WhatsApp pun mengungkapkan bahwa salah satu negara dengan pengguna terbanyak adalah negeri itu, dengan perbandingan  1 dari 7 orang menggunakan WhatsApp . Sampai sini, kesimpulan yang bisa kita ambil adalah: Penduduk negeri itu lebih suka mengutak-atik smartphone alih-alih membaca buku, jurnal, dan sejenisnya.

*(Oh iya, kuberitahu, negeri itu adalah Indonesia. :’)
    Tebakanmu benar? Hahaha..)

Ini pulalah yang mendasari fenomena bahwa sebuah berita cepat menjadi viral di Indonesia. Karena apa? Ya karena mereka lebih sering mengakses media sosial ketimbang buku. Mereka lebih suka menge-share berita daripada membacanya (karena riset saya pribadi membuktikan bahwa kadang ada orang yang membaca berita atau kiriman sebagian saja, lalu langsung SHARE. Bahkan yang lebih parah, banyak juga yang nge-SHARE suatu kiriman tanpa membaca kontennya terlebih dahulu. Contohnya kiriman yang biasanya nyebar di bulan Rajab atau Sya’ban tuh.. Tau gak? Wkwk). Maka dari itulah marak terjadi yang namanya kabar HOAX di Indonesia. Media sosial dipenuhi kabut berasap. Berita benar dan salah simpang siur. Masyarakat tidak tahu yang benar sebenar-benarnya itu yang mana. Miris kan? :’D

Nah, kenapa bisa begitu? Letak kesalahannya dimana?
Menurut dosen saya (yang mana saya juga setuju), permasalahannya tentu saja terletak pada pembacanya. Mereka tidak menerapkan satu aspek terpenting dalam penyerapan dan penyebaran informasi yang semua orang berakal seharusnya paham (setidaknya berusaha) : Critical Thinking, dosen saya menyebutnya begitu. Atau dalam Bahasa Indonesia berarti ‘Berpikir Kritis’.

Coba deh amati, kenapa berita yang berhembus dari kanan berlawanan dengan yang bertiup dari kiri? Kenapa sering lihat kiriman lawas muncul padahal situasi tidak lagi sama? Kenapa masih banyak orang menyebarkan berita yang sudah basi? Kenapa banyak orang menyebarkan informasi dusta? Kenapa banyak orang menyebarkan kiriman dengan hadist palsu?
Kembali ke Berpikir Kritis itu tadi. Mereka lebih tertantang menyebarkannya daripada meneliti konten beritanya. Jika saja setiap orang berpikir kritis, maka kiriman-kiriman tidak masuk akal dan tidak penting itu tidak akan tersebar begitu luasnya, karena mereka tahu bahwa kontennya tidak benar, dan tidak berhak disebarluaskan.

Lagi, kenapa hampir di setiap kiriman atau broadcast ada tulisan “Tolong share ke suluruh kontak WhatsApp anda!”, “Share ini, maka Anda akan mendapat pahala yang blablabla…” ?
Kenapa SHARE begitu penting daripada muatannya?
Kembali ke budaya SHARE itu sendiri. Pembuat serta penerima kiriman berorientasi pada SHARE, seakan-akan itulah yang terpenting dari semuanya. Seakan-akan dia akan berhasil mendapat pahala jika menyebarkannya bahkan tanpa memeriksa kebenaran isinya.

Kawan, budaya berbagi itu tidak selalu bagus, kalau kitanya “asal share”. Meskipun kita tidak banyak membaca buku, setidaknya saat membaca broadcast di media sosial, harusnya kita masih bisa berpikir kritis. Maksudku, kita harus menyaring mana yang benar dan salah dengan mempertanyakan, meneliti, dan mencari kebenarannya sebelum menyebarkan. Pun juga menimbang apa pentingnya buat kita dan khalayak luas. Jangan mau hidup di negeri hoax yang barang sekecil apapun jadi viral, setiap kasus artis jadi perbincangan sore.

Nilai ketertutupan Korea Utara bisa sedikit ditiru lah disini. Paling tidak kita bisa membatasi keterlibatan informasi tidak penting yang menggundahkan, membantai pikiran kritis kita, sehingga memperlambat tercapainya tujuan kita. Itu sih, poinnya.

__________________

Masih yakin mau nyebarin sesuatu tanpa pikir panjang? Masih yakin males mikir? Masih yakin, melatih Critical Thinking itu nggak penting? Setiap hal kecil yang kita lakukan bisa mengubah negeri ini, lho, Kawan! Hahaha.. (kalau belum paham alurnya, baca lagi, tidak apa-apa! Itu memang harus jadi budaya!) Hehe..
Sekian saja. Lanjut kapan2. XD

Oya, kata dosen saya, “READING (membaca) adalah COMPREHENDING (memahami). Jadi kalau belum paham, jangan berani bilang kalau kita sudah membaca!”  :’3
Silakan direnungkan.
Silakan disimpulkan semau kalian.
Silakan dipikirkan sisanya, kalo ada yang kurang. :3

Terima kasih banyak sudah mau berkunjung! Cek tulisan-tulisan saya yang lain, OK? :D
Kesan, pesan, dan saran sangat saya hormati. ^^

Cheerio!
Alvi Rosyidah  -  @alvrose_

(data didapat dari berbagai sumber)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 1) | Literal Translation dan Beberapa Catatan Penting

Analisis Lagu "The Masterplan" - Oasis

Terjemahan Bebas dan Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 2)

Bahaya Jas Almamater (dan Sebangsanya)

Kritik terhadap Standar Sosial serta Impian Manusia yang Terdistorsi | Analisis Lirik Lagu Californication oleh Red Hot Chili Peppers

5 Film dengan Soundtrack Lagu The Beatles

Gloomy Sunday - Billie Holiday

Terbang Tinggi dan Jatuh Tenggelam di antara Ledakan Gemintang | Memaknai Lirik Lagu Champagne Supernova - Oasis

7 Alasan Mencela Diriku - Kahlil Gibran

Resensi & Review Buku: Journal of Gratitude [Sarah Amijo]