Dibawah Naungan Langit
Di tengah bongkahan malam yang semakin larut
Aku bersimpuh dihadapan Rabbku yang agung
Mengeluhkan apa yang terjadi dengan jiwaku
Di riuh rendahnya bumi yang terasa sempit menyesakkan raga
Badai menghantam mengempas bebatuan
Pasir putih pun tampak kecokelatan
Tak rata, dipenuhi batu dalam gelombang
Menghanyutkan harapan yang tlah lama di awang
Sirnanya mejadikan sirna segalanya
Predikat, harta, dan nama baik
Termakan waktulah kertas putih tak bernoda
Bahkan hingga hilang entah kemana
Duhai gerangan, kemana perginya awan?
Yang selama ini menjadikanku objek persengketaan
Kemana pun perginya kupu-kupu?
Yang selama ini menghiasi hidupku dengan desahnya
Susah payah aku bangkit dari kemalasan
Namun hanya seorang yang memahami apalah sebuah arti dari
hidup
Apa?
Mungkin kau bertanya padaku
Pada seseorang yang tak dapat mengatakannya
Seorang yang telah melakukan sebuah kesalahan fatal
Sebuah tindakan yang tidak seharusnya ia lakukan untuk saat
ini
Mungkin ia tidak merasa baginya ganjaran
Tapi suatu saat pasti tiba saatnya, pasti
Berat bagiku untuk menemukan arti sebuah luka
Yang menjadikan lubang peluru sebagai tolak ukurnya
Duhai, apakah kau kurang puas meretakkan hidupku?
Kurang puaskah dirimu?
Ia berhenti mengejarmu. Ia berhenti mengejarmu
Ia kembali pada kehidupannya sendiri yang kelam
Pada kehidupan yang tidak seharusnya memberikan arti
kesengsaraan padanya
Pada makhluk yang ia tidak yakin dengan upayanya
Padang pasir luas adalah tempat kembalinya
Dimana tak seorangpun menebarkan tawa
Bahkan tak satu senyum pun terulum di bibir mereka
Disanalah ia kan kembali…
Bersandar pada sejumput tiang langit…
Komentar
Posting Komentar