Buku yang Hangat, tapi Ini Bukan Soal Suhu | Reviu Buku Aku Adalah Rumah [Alnurul Gheulia & Nadya Noor]
Kebanyakan, buku ditujukan untuk suatu kelompok
usia tersendiri. Buku anak untuk kanak-kanak, buku remaja untuk remaja, buku
dewasa untuk para dewasa, dan buku matematika bukan untuk saya. Namun, Aku
Bukan Rumah berbeda. Buku ini cocok dihadiahkan pada siapa saja dalam keadaan
apa saja: anak TK yang sedang berbahagia, anak TK yang sedang tidak bahagia, remaja
yang sedang membenci rumah, remaja rantau yang kangen rumah, seorang ibu yang
baru melahirkan, seorang ibu yang baru saja kehilangan, dan seorang ayah yang juga
kehilangan tetapi mencoba tenang. Buku ini juga cocok untuk juragan tebu yang merindu
ibu, TKI yang lama tak pulang kampung, karyawan yang terkungkung
rutinitas, masinis yang tak dapat libur, bahkan koki kapal pesiar yang kerap merenung-tatap
laut dan tenggelam di dalamnya. Hal itu tak lain karena atmosfer yang dibawa
buku ini sangat familier, yaitu rumah. Perlu pendalaman makna untuk menangkap
nuansa bahwa rumah sejatinya bukan soal bangunan, melainkan soal perasaan.
------------------------
Kawan, perkenankan aku menceritakan sedikit
tentang bagaimana aku mendapatkan buku ini.
Sebagaimana yang terjadi di sini, pengalaman pertamaku mengikuti giveaway juga kusimpan untuk yang benar-benar spesial. Sebelumnya, aku tidak pernah tertarik mengikuti giveaway, karena selain tampaknya hidupku tidak bertalian dengan keberuntungan (suit dan hom-pim-pa selalu kalah, misalnya), aku juga belum pernah merasa SANGAT ingin mengikuti hal tersebut. Namun, kali ini beda. Seorang penulis-ilustrator yang kuikuti di Instagram menggelar sayembara, siapa yang paling cepat dan benar jawabannya akan memenangkan sebuah buku. Misinya adalah mencari salah tik (typo) dalam cerpennya. Berbekal skill yang selama beberapa tahun kugunakan sebagai editor naskah (wkwk ini lebai sih), aku berhasil memenangkan giveaway itu. :)
Buku itu sampai setelah beberapa hari dan kubaca
dengan antusias. Kuputuskan untuk segera menuliskan resensinya.
Identitas Buku
Judul : Aku Adalah Rumah
Penulis : Alnurul Gheulia
Ilustrator :
Nadya Noor
Tahun Terbit : 2024
Penerbit : Folxtale
Jumlah Halaman : 34 halaman
Sinopsis
Narasi dibangun dari sudut pandang sebuah
rumah. Ia dihuni oleh keluarga yang tampak berbahagia atas kelahiran seorang
bayi. Alur kemudian berlanjut dengan menceritakan episode-episode kehidupan yang umumnya dialami manusia, yakni tumbuh besar, pergi sekolah, serta tumbuh dewasa
dan meninggalkan rumah. Kemudian, di suatu titik bertemu dengan tumpuan hati
dan menikah, lalu sebuah generasi baru pun lahir. Demikianlah, it’s about the
circle of life, and the home is the witness of it all.
Kelebihan Buku
- Secara fisik, buku ini memiliki desain yang unik (berbentuk bangunan rumah) dan kertas hard cover yang dijamin awet. Di bagian sampul belakang, ada slot untuk menyelipkan foto di sana. Selain itu, gaya ilustrasi oleh Nadya Noor ini membuat siapa pun tertarik, baik anak-anak maupun dewasa.
- Buku ini ditulis dengan paduan rima yang indah. Terdengar manis bagi kaum dewasa, menarik bagi pembaca muda.
- Buku ini ditulis sedemikian rupa sehingga pembaca dari segala usia dapat mengikuti dengan antusias. Spesialnya, anak-anak dan dewasa bisa jadi akan memiliki perspektif berbeda jika diminta menceritakan kembali isi buku ini, maupun dalam menarik pesan moralnya. Saya pribadi memahami bahwa rumah yang dimaksud bukan sekadar bangunan. Jika pun digambarkan bahwa membutuhkan pengukuran yang rumit dan proses yang panjang dalam pembangunannya, kurasa itu adalah analogi dari komitmen seorang suami dan istri yang kelak menjadi orang tua, usaha mereka bertahan demi keluarga kecil mereka, perjuangan mental, finansial, dan intelektual, yang tentunya perlu diperhitungkan. Sejalan dengan yang kusampaikan di mukadimah, buku ini akan menyentuh tiap pembaca pada titiknya masing-masing. Pengalaman membaca akan variatif bergantung pada kondisi pembaca saat itu serta perjalanan hidupnya.
Kekurangan Buku
- Menurut saya, berhubung porsi teks dalam buku ini tidak sebanyak ilustrasinya, salah tik menjadi hal yang amat krusial dan agak mengganggu. Beberapa di antaranya adalah penulisan “pondasi” (seharusnya “fondasi”), “suka cita” (seharusnya “sukacita”), dan “semakin” (seharusnya “makin”, meskipun yang satu ini kurasa masih bisa ditoleransi, eheh).
- Pada suatu halaman, terdapat satu kalimat dengan fon yang tidak selaras dengan yang lainnya. Teks dalam buku ini ditulis menggunakan 1 fon yang sama, sehingga kesalahan cukup mudah dideteksi. (No. 1: fon yang seharusnya; No. 2: Fon yang berbeda sendiri)
Penutup
Aku akan sangat merekomendasikan buku ini untuk ada di rak bukumu, Kawan. Entah akan kaubaca hari ini, lusa, maupun setelah kau beranak-cucu, buku ini takkan lekang oleh waktu. Untuk menutup tulisan yang kemungkinan merupakan tulisan terakhir di tahun 2024 ini, aku akan mengutip beberapa kalimat dari buku The Fault in Our Stars karya John Green.
“We stared at the house for a while. The
weird thing about houses is that they almost always look like nothing is
happening inside of them, even though they contain most of our lives. I
wondered if that was sort of the point of architecture.”
(Kami memandang rumah itu cukup lama. Ada sesuatu yang aneh tentang rumah: mereka hampir selalu tampak sunyi, seolah tak ada apa-apa yang terjadi di dalamnya, meskipun sebenarnya di sanalah sebagian besar hidup kita berlangsung. Aku pun bertanya-tanya, mungkin justru itulah esensi dari arsitektur.)
Salam hangat,
Alvirosy
Sampai jumpa tahun depan! :)
Komentar
Posting Komentar