Tentang Seorang Teman
Dari matanya, ia menyaksikan semuanya.
Kebajikan buatan yang berada dalam satu tubuh bersama kebusukan manusia.
Besi berkarat yang dibalut emas dengan celah-celah yang kelihatan 'maksa'.
Karena kenapa?
Karena ia tahu sekaligus muak, melihat orang yang merasa dirinya 'baik', sementara justru hal itulah yang membuatnya hina.
Apakah pernah terpikirkan olehmu bahwa semua yang kita lihat sekarang bukanlah yang sebenarnya terjadi?
Apakah pernah terpikirkan olehmu bahwasanya jauh melampaui apa yang bisa dijangkau pandanganmu, terdapat sekat yang memisahkan antara asumsi dan realita?
Maksudku, realita yang benar-benar realita.
Bukan yang kamu yakin kamu tahu. Bukan yang kamu pikir kamu tahu.
Tapi yang hanya para omnisien yang tahu.
Bagaimana jika semua ini merupakan sebuah permainan?
Paling tidak, dalam skala kecil, seseorang sedang mempermainkan kita.
Seseorang yang hanya sedang bosan dengan kestagnanan pola tingkah laku manusia.
Seseorang yang amat jenuh dengan tindakan mainstream manusia.
Seseorang misterius yang menyembunyikan kemisteriusannya.
Membaur, mengakali mata manusia.
Memperdaya persepsi mereka.
Menjebak diam-diam, layaknya ular merayap perlahan.
Bukannya dia tidak bisa.
Hanya saja ia tidak mau. Buat apa?
Mengikuti pola membosankan manusia dalam hidup yang hanya sekali ini?
Bagi orang lain mungkin ia tidak terlihat bahagia.
Tapi sebenarnya ia bahagia telah memperdaya berpasang mata yang melihatnya, membiarkan mereka berimajinasi tentang kemalangan hidupnya, membiarkan mereka jatuh ke pergunjingan akal-hati,
sementara ia menikmati pikiran manusia tersebut seolah membaca komik fantasi.
Menyenangkah bukan?
Ah, maaf, aku lupa. Kau pastilah tak tahu rasanya.
Atau mungkin, kau adalah tipe-tipe nokturnal, perenung bertemankan sinar rembulan.
Memaknai setiap kata dari setiap tulisan yang kau baca.
Berkontemplasi, memikirkan kembali dalam-dalam tentang definisi kehidupan.
Kau mungkin paham.
Mungkin tidak.
Lantas siapakah seorang teman ini?
Dia dekat sekali.
Ia berdegup bersama dengan jantungku.
Seirama.
Komentar
Posting Komentar