Berangkat ke Titik Lain


Terdapat sebuah teori menarik, yang sayangnya aku lupa siapa pencetus maupun naratornya. Katanya, titik nol sesungguhnya bukan titik awal. Kembali ke titik nol bukan berarti kembali ke titik awal di mana nol pula kegiatan ataupun pencapaiannya. Titik nol sejatinya adalah titik keseimbangan, di mana kamu tidak berada pada titik positif, maupun titik negatif. Memaksakan diri terus memanjat ke arah positif keseringan akan membuatmu malah jatuh terlelah di titik negatif. Entah itu dalam bentuk sakit, stres, atau depresi. Kurasa sangat jarang aku bercerita secara lugas soal pribadiku di sini. Namun, biarkan aku kali ini.

Seorang kawan berpendapat, mungkin ini merupakan tanda dan kesempatan bagiku untuk mengejar mimpi lain yang sempat tertunda. Kawan yang lain berkata, bahwa ia selalu melihatku bekerja keras sejak ia mengenalku. Ingatanku terbang ke masa lalu, di mana kawan-kawan mengunjungi tempatku bekerja dan menghabiskan beberapa jam nongkrong di kafe sebelah kantorku sambil menemaniku bekerja (atasan membolehkanku bekerja di kafe sebelah, asalkan beberapa berita dan artikel yang harus kutulis dapat selesai, haha). Atau mundur lagi ke tahun-tahun SMA-ku, di mana sepulang sekolah, sudah ada tujuh-delapan anak menungguku di rumah untuk diajari mengaji dan les mata pelajaran sekolah. Belum lagi sesi malamnya, meskipun hanya dua-tiga anak saja. Ketika kupikir secara retrospektif, benar juga, ternyata aku sudah bekerja selama itu, setiap hari, bertahun-tahun. Mungkin mereka benar, ini kesempatanku untuk sesuatu yang lain, entah sekadar rethinking and replanning, banting setir, maupun mengejar mimpi yang sempat tertunda itu.

Lumrah, kadang manusia masih meragukan sesuatu yang mereka putuskan sendiri. Manusia memiliki kapasitas merasa bersalah, merasa tidak bijak, atau merasa membebani, tanpa orang lain mengatakannya keras-keras. Aku mengundurkan diri dari pekerjaan itu, dengan konsekuensi yang sudah kupersiapkan. Termasuk pikiran serta perasaan yang mengganggu itu, sudah kuprediksi ia akan berdatangan. Dan aku yakin akan selalu dapat menanganinya.


Seorang kawan dekat yang ucapannya turut kutuliskan di atas, harus kembali ke kampung halamannya jauh di pulau seberang. Tentunya, kami tidak akan bertemu dalam waktu dekat. Separuh hati aku bersemangat karena ia akhirnya akan “terbang ke dunia luar yang ganas”. Namun, tidak dapat dipungkiri jika aku pun merasa kehilangan teman yang paling mudah dijangkau, paling dekat, termasuk dalam artian kosannya sebagai stasiun transit maupun rumah singgahku. Haha.


Dua hal yang terjadi secara zahir ini tentu mengaduk-aduk batin juga. Karena alasan itulah aku tidak menulis apa pun Juli ini. Dan untuk itu, Kawan sekalian, untuk menambal pecahnya monthly writing streak ini, aku berjanji akan menulis dua kali bulan ini. Nah, untuk tulisan pertama ini, kupikir sampai sekian dulu. Semoga sedikit banyak masih ada manfaatnya.


Salam hangat,

AR 


Special thanks to:

Mbak Amlfrz, koordinator pertamaku, yang paling multitalented dan good-looking. Yang secara langsung maupun tdk langsung mengajari banyak hal.

Mbak Btdl, partner seangkatan yang asik dan suka ngasih Yupi.

Mbak Nn yg paling less self-centered dan social-smart. Paling renyah jg tawanya wkwk.

Mas2 Batu yg mayan menghibur (tapi tetep, harus ada variabel lain yaitu Mbak Nn wkwk).

Mbak 4dn, End, dan Dy yg banyak ngajari small details.

Mbak Frd si dimpled girl yang paling qana'ah, penyabar, dan somewhat unexpected wkwk.

Mbak Vr yang kayake bakal bertahan sampe akhir, haha. Smgt!

Dan kepada semua yang kukenal, yang tak mungkin kusebut satu persatu.

Terima kasih, semua. I think we made a great team! :)


Pic source: Mariam Antadze

Komentar

  1. Alvi, ah Alvi. Semangat melangkah ke cerita kehidupan berikutnya. Senang bisa mengenal Alvi. Oh iya, hari ini lagi dengerin apa? The Beatles-kah? Hehe. Semoga keberuntungan selalu menyertai Alvi, ya šŸ¤

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih, Mbak. :) It's so exciting I can't help looking forward to it, eheh. Been a pleasure meeting you (and knowing, even a little bit heheh). Pas nulis ini keknya lagi dengerin Suzie Chapstick-nya Green Day deh. Memang ngga ada hubungannya, cuma lagu ini enak didengar dalam semua kondisi. :) Mau coba dengar? ini kupinjami. šŸŽ§šŸŽ¶

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Lagu "The Masterplan" - Oasis

Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 1) | Literal Translation dan Beberapa Catatan Penting

Terjemahan Bebas dan Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 2)

Bahaya Jas Almamater (dan Sebangsanya)

5 Film dengan Soundtrack Lagu The Beatles

Kritik terhadap Standar Sosial serta Impian Manusia yang Terdistorsi | Analisis Lirik Lagu Californication oleh Red Hot Chili Peppers

7 Alasan Mencela Diriku - Kahlil Gibran

Waktu, Jawaban untuk Pikiranmu yang Tak Pernah Tenang Itu | Analisis Video dan Lirik Lagu "Only Time" - Enya

Resensi dan Review Buku Brianna dan Bottomwise [Andrea Hirata]

Resensi & Review Buku: Journal of Gratitude [Sarah Amijo]