Amanat Allah akan Alam


Manusia mengemban amanat dari Allah sebagai pengelola alam semesta. Amanat Allah ini diberikan kepada manusia, karena manusia merupakan makhluk Allah yang diberi karunia akal, nafsu dan kenabian. Dengan akal, nafsu dan kenabian inilah manusia mampu mengelola alam semesta ini.

Yang dimaksud dengan akal disini adalah manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang mempunyai akal pikiran. Ia mampu membedakan antara baik dengan buruk, dan dapat juga mempertimbangkan dampak apa yang terjadi jika lingkungan alam kita rusak dan otomatis kita telah mengacuhkan amanat Allah. Jika dipadukan dengan nafsu dan kita bisa mengedepankan pikiran dan akal sehat kita, maka nafsu akan kalah. Yang terakhir, maksud dari kenabian disini adalah pengetahuan yang kita dapat sehingga muncul maklumat baru di otak kita. Dalam aspek pembahasan ini, maklumat yang kita dapat adalah bahwa lingkungan alam itu termasuk dalam amanat Allah.

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (Q.S.Al Ahzab:72).”

Dalam artian sebenarnya, amanat adalah kepercayaan dimana manusia yang diamanati bertanggungjawab terhadap amanatnya. Jika menyalahgunakan kepercayaan yang diembannya ini, manusia akan menerima ganjaran berupa sanksi, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, jika amanat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka Allah akan memberinya balasan yang baik di dunia dan akhirat pula.

Dalam melaksanakan amanat, kita mengenal istilah “halal dan haram” yang bertujuan agar keserakahan manusia terhadap harta benda dan kekayaan alam dapat dikendalikan. Jika seseorang terbebas dari hukum di dunia, ia tetap tidak akan terbebas dari hukuman di akhirat.

Dasar agama seperti amanat, halal-haram, larangan terhadap nafsu serakah, tidak berlebih-lebihan dalam memanfaatkan kekayaan, merupakan etika lingkungan. Dan sudah saatnya kita mengambil nilai-nilai agama dalam kebijakan mengenai lingkungan hidup kita. Akal dan hawa nafsu tidak cukup untuk membangun lingkungan hidup. Sebab saat akal dan nafsu manusia keluar dari bimbingan Allah dan RasulNya, sudah barang tentu kemampuan yang dimiliki manusia tidak akan mensejahterakan, justru malah menyengsarakan kehidupan manusia.

Berapa banyak sudah kerusakan-kerusakan yang disebabkan oleh hawa nafsu manusia. Tanah yang semula subur, kini telah menyebabkan produktivitasnya menurun. Ratusan ribu hektar bahkan jutaan hektar hutan gundul, dan kenikmatannya hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sungguh bencana yang luar biasa bagi kehidupan bersama, manakala kita tidak segera merubah perilaku kita dan mengajak orang lain untuk berbuat layaknya yang kita perbuat, dengan amar ma’ruf nahi munkar.

Sama halnya dengan cuaca sejuk dan udara segar, yang sekarang sudah berubah menjadi panas dan gersang. Keadaan ini ternilai sangat buruk. Kita lebih senang menggunakan AC (air conditioner) ketimbang udara sejuk alami yang dihasilkan para pepohonan yang dengan gratis membagi-bagikan udara segar pada kita. Sebenarnya kita hanya perlu tekun menanam dan menunggu hasil dari apa yang kita kerjakan, daripada harus mengeluarkan banyak uang hanya untuk membeli barang-barang alternatif untuk mendapat kesejukan yang diinginkan.

Akibat sedikitnya jumlah pohon sebagai jangkar air, maka yang terjadi adalah turunnya air hujan yang langsung mengguyur jatuh ke bumi tanpa adanya penyerapan yang cukup untuk air sehingga dapat disimpan dalam tanah. Sebenarnya yang bertugas menyerap air adalah akar tumbuhan, yang kemudian disimpan dalam perut bumi, dan akan dikeluarkan kembali melalui mata air saat musim kemarau atau saat bumi dilanda kekeringan.

Namun yang terjadi di depan mata kita adalah maraknya kekeringan saat musim kemarau tiba, dan kurangnya persediaan air bersih. Sementara saat musim hujan tiba, banjir selalu melanda dengan hebatnya. Bukankah tujuan Allah menurunkan hujan adalah untuk menjadikan rahmat dan mensejahterakan kehidupan manusia? Dengan menyuburkan tanah sekaligus menyuburkan tamanan-tanaman yang berdiri tegak diatasnya? “Maka Kami kirimkan kepada mereka topan, belalang, kutu, katak, dan darah sebagai bukti yang jelas, tetapi mereka tetap menyombongkan diri dan mereka adalah kaum yang berdosa.” (QS Al-A’raf : 133)

Ayat di atas menceritakan tentang umat nabi Musa AS yang ingkar dan sombong terhadap seruan nabi. Mereka adalah umat yang bandel sehingga Allah menurukan musibah demi musibah silih berganti, mulai dari hujan belalang, hujan katak, kemarau panjang, dan sebagainya. Lantas, apa bedanya dengan manusia jaman sekarang?

Benarlah pula firman Allah dalam surah ar-ruum:41, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan pada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.”. Ambil contoh, manusia suka menebangi pohon, padahal pohon adalah salah satu makhluk yang diharamkan oleh Nabi Muhammad untuk menebangnya dalam suasana seganting apapun. Jangankan suasana genting, ada perang saja tidak. Manusia tetap menebangi pohon seenaknya. Lalu hutan tanaman yang semula indah dan rimbun, banyak yang tersulap menjadi hutan beton. Perumahan dimana-mana. Ruko berjajar rapi. Dan apakah pernah kita lihat ada rimbunan pohon yang rindang pada halaman ruko dan perumahan-perumahan itu? Bahkan pada halaman parkir masjid dan sekolah pun jarang yang ditanami pohon.

Bagi manusia yang serakah, tidak peka dan tidak mau peka terhadap bencana-bencana, yang penting senang, kenyang dan menang. Tidak memperhatikan keselamatan dan kesejahteraan sesama manusia, serta tidak memperhatikan kehidupan anak cucu kita di masa yang akan datang, sebagai generasi pejuang islam.

Sebenarnya, kerusakan di bumi ini bukan hanya kerusakan fisik saja. Tetapi kerusakan akhlak juga dominan. Kalau sudah seperti ini keadaannya, maka lengkaplah sudah kerusakan di bumi ini. Yang tertinggal hanyalah adzab dan bencananya saja yang tunggu jam tayang.

Marilah kita coba renungkan. Keadaan jamrud khatulistiwa sudah hancur, moral manusianya juga sudah jauh dari aqidah.dan syari’ah. Dan tentu tidak sukar bagi Allah untuk menghendaki sesuatu.

Mari kita belajar syukur nikmat, dan mari kita jauhi kufur nikmat. Allah telah menciptakan alam ini sebaik-baiknya, dan sudah kewajiban bagi kita untuk merawatnya, bukan justru merusaknya. Cukup sudah bencana yang melanda bumi kita. Maka jangan lebih burukkan lagi kondisi yang sudah ada dan sudah terjadi.

Wallahu a’lam bish shawaab..



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 1) | Literal Translation dan Beberapa Catatan Penting

Analisis Lagu "The Masterplan" - Oasis

Terjemahan Bebas dan Analisis Lirik Lagu Little by Little - Oasis (Bagian 2)

Kritik terhadap Standar Sosial serta Impian Manusia yang Terdistorsi | Analisis Lirik Lagu Californication oleh Red Hot Chili Peppers

Bahaya Jas Almamater (dan Sebangsanya)

5 Film dengan Soundtrack Lagu The Beatles

Gloomy Sunday - Billie Holiday

Siluet Kegetiran Mempertahankan Hal-Hal yang di Ambang Kehancuran | Makna Lagu Dead in the Water - Noel Gallagher's High Flying Birds

Resensi & Review Buku: Journal of Gratitude [Sarah Amijo]

Terbang Tinggi dan Jatuh Tenggelam di antara Ledakan Gemintang | Memaknai Lirik Lagu Champagne Supernova - Oasis