Postingan

Menampilkan postingan dengan label Celotehanku

We Live in Troubled Times! | Analisis Lagu Troubled Times - Green Day

Gambar
Siang tadi, aku goler-goler sembari berselancar asyik di YouTube menonton “Ujian Reformasi” Mata Najwa. Usai menonton itu, aku jadi teringat lagu Troubled Times milik Green Day. Auto nyari official videonya dong. Ketemu. Dulu, video ini sudah beberapa kali kutonton, tapi rasanya ingin dengar lagunya lagi. Videonya artistik, musiknya asik, dan liriknya mencekik, keren bukan main. Temanya pun pas untuk didengarkan dan dicermati saat ini, mengingat berbilang tragedi menimpa negeriku belakangan ini. Seketika aku merasa seperti ada ‘sudden urge’ untuk menulis tentang lagu favoritku ini. Oke. “Kita sedang hidup di zaman susah!”, kira-kira begitulah maksud dari judul postingan ini, yang juga merupakan cuplikan lirik lagu Troubled Times oleh Green Day, sebuah band asal Amerika Serikat yang sering disebut-sebut sebagai “political band” lantaran banyak lagu mereka yang bertemakan politik, kritik sosial, dan satir terhadap pemerintahan Amerika Serikat. Troubled Times inilah sal

Tentang Buku Harian dan Kisah yang Disimpannya

Gambar
I'm a sort of person who cherishes memory of a moment more than anything. So that's why I always keep records of it. Always. How? By writing it in a journal book. ----------------------------- Aku ingat betul, dulu saat aku masih belum sekolah, aku sudah mulai menulis buku harian. Topik pembahasannya pun tergolong random , mulai dari kangen bapak yang waktu  itu kerja di Kalimantan, bermain bakar-bakaran sampah bersama anak tetangga, manjat portal dekat pos satpam, sampai nemu kucing mati di tempat sampah. Masa laluku suram sekali kan, Kawan? Lalu aku ingat saat mulai masuk TK, aku cerita soal serunya main kejar-kejaran, bentengan, gobak sodor, dan betapa menyenangkannya pelajaran berenang setiap hari Sabtu. Memasuki masa SD juga begitu. Aku ceritakan semuanya mulai dari hal remeh temeh hingga rahasia anak sekelas yang seharusnya disembunyikan (termasuk dari buku harian). SMP, aku masuk pondok pesantren. Disinilah aku banyak mendapat pengalaman berharga yang

Tentang Seorang Teman

Gambar
Pic Source: Salome Sally Dari matanya, ia menyaksikan semuanya. Kebajikan buatan yang berada dalam satu tubuh bersama kebusukan manusia. Besi berkarat yang dibalut emas dengan celah-celah yang kelihatan 'maksa'. Karena kenapa? Karena ia tahu sekaligus muak, melihat orang yang merasa dirinya 'baik', sementara justru hal itulah yang membuatnya hina. Apakah pernah terpikirkan olehmu bahwa semua yang kita lihat sekarang bukanlah yang sebenarnya terjadi? Apakah pernah terpikirkan olehmu bahwasanya jauh melampaui apa yang bisa dijangkau pandanganmu, terdapat sekat yang memisahkan antara asumsi dan realita? Maksudku, realita yang benar-benar realita. Bukan yang kamu yakin kamu tahu. Bukan yang kamu pikir kamu tahu. Tapi yang hanya para omnisien yang tahu. Bagaimana jika semua ini merupakan sebuah permainan? Paling tidak, dalam skala kecil, seseorang sedang mempermainkan kita. Seseorang yang hanya sedang bosan dengan kestagnanan pola tingkah laku manusia. S

Soal Keterbukaan

Gambar
Pic Source: Coniglio Notifikasi WhatsApp muncul di HP saya. Ternyata, adik perempuan dari ibu saya mengirim pesan. Pesannya tentang dia yang minta dikirimkan foto-foto anaknya (sepupu -sepupu saya) yang mungkin masih saya simpan, karena sebagian besar foto di galerinya terhapus saat ia bersih-bersih storage HP dan memindahkan file-filenya ke PC. Dikiranya folder kosong yang dia hapus itu, tapi ternyata itu folder semacam DCIM, yang berisi foto-foto jepretan kamera HP-nya. Saya memang punya koleksi foto mereka, si sepupu-sepupu yang usianya masih 2 tahun dan 5 tahun itu. Tapi tetap saja, saya tidak menyimpan foto mereka sebanyak yang dia (pernah) punya. Jadilah, selain saya kirimkan foto-foto yang dijepret dari kamera saya sendiri, saya juga mencarinya di folder WhatsApp, karena saya ingat pernah dikirimi foto-foto mereka melalui itu. Akhirnya ketemu. Lumayan banyak. Totalnya sekitar 50an. Beres. Lalu saya berpikir tentang hal lain. Tentang "What I can give you depend

I'm Done

Gambar
Pic Source: Shin Kwang Ho   Honestly I just don't understand the concept. Some people have kind of privilege to do wrong, to say wrong. Including to say wrong statements about us, totally wrong ones. But the funny thing is that we do not have any right to say it is wrong. We must not correct them, even for telling those statements they made were incorrect. It is sternly prohibited, by a particular law we officially believe. A law that runs in our veins, brought by blood from generations to generations. Again, it is prohibited. We cannot criticize this law or you will be burnt in hell. And we cannot also criticize 'these zealots', because, I don't know. We just can't. Or if you insist, everyone would call you a rebel. An obstinate, insubordinate rebel. Everyone will hate you. Your friends. Your families. And in the end you will hate yourself. Fact dies, you fell, and nobody cares about you. So what's the point of right and wrong? What's th

Would You Rather ... | #NovemberProject

Gambar
Hai! Selamat datang di postingan kedua saya dalam #NovemberProject :) Beberapa hari yang lalu, saya mengirim gambar ini ke teman kolaborasi saya dalam project ini – Mbak Fira. Ketika saya tanya apa dominan jawabannya ternyata banyak yang berbeda dengan saya. Nah, maka dari itulah, kami tertarik untuk mengetahui apa yang menjadi alasan untuk memilih jawaban masing-masing. Ehem, mungkin kelihatannya ini sepele dan kayak main-main. Tapi menurut saya, permainan semacam ini melatih reasoning lho! Hahaha. Alesan. Tapi bener kan? XD     1. I’d rather meet my great grandchildren. Alasannya? Karena aku pengen tau gimana keturunanku nanti (kalo punya – kalo umur cukup, hehe). Seandainya aku diberi kesempatan ini, aku ingin melihat apakah mereka dalam kondisi baik, apakah mereka sesuai dengan yang kami para tetua harapkan (aih!), dan lain sebagainya. Intinya, melihat masa depan bisa selalu mengingatkan bagaimana kita harus berjuang untuk hari ini. 2. I’d rath