Postingan

Halo 2022! | A long hiatus and a homecoming

Gambar
“I'm like a soldier coming home for the first time I dodged a bullet, and I walked across a landmine Oh, I'm still alive ... ‘Cause I'm still breathing ‘Cause I'm still breathing on my own My head's above the rain and roses Making my way away My way to you…”   Dulu, saat pertama kali membuat tulisan di blog ini, tidak pernah terpikir olehku aku akan merawatnya sampai sekarang, sampai sejauh ini. Di lain sisi, aku pun tak pernah berpikir bahwa suatu saat, ada masanya aku akan hilang, membiarkannya sepi, dan aku tak lagi membagi kisah. Hingga beberapa bulan lalu aku merasa rindu dengan kawan lamaku ini. Dalam hati, aku tahu benar ada saatnya aku akan kembali pulang, ke gubuk tua yang kubangun sejak bertahun-tahun lalu. Aku tahu ada saatnya aku akan kembali menyapa para pembaca blog gado-gado yang tidak ber- niche ini. Lagu Green Day berjudul Still Breathing mengalun rancak melalui headset yang bertengger di daun telingaku, selagi aku menuliskan kata demi kata ini. H

Seorang Aktor, Isyarat dan Bagaimana Foreshadowing Bekerja

Gambar
Di tengah hari yang cukup tenang itu, dalam sebuah panggilan video tertanggal 4 Mei 2021, lelaki itu berkata pada lawan bicaranya di telepon, "Aku akan ke stasiun pukul 15:00, sementara itu, masih hal yang harus kuurus sekarang, dan juga aku harus ke beberapa tempat. Akan kuhubungi lagi jika aku sudah di kereta, oke?" Dia mengakhiri panggilan video itu dengan kalimat, "Doakan aku selamat ya, hehe, harus ngebut soalnya ini." Lawan bicaranya hanya mengamini saja, lalu mereka bertukar salam penutup. Si lawan bicara itu tidak tahu bahwa kalimat terakhir lelaki itu adalah sebuah pertanda, yang di dunia perfilman biasa disebut foreshadowing -secuil petunjuk yang berfungsi sebagai hint mengenai apa yang akan terjadi di adegan selanjutnya, atau bahkan jauh di akhir cerita. Lelaki itu berujung tidak menginjakkan kaki di stasiun seperti yang direncanakan, tidak pula menghubungi seseorang yang kepadanya diberikan sebuah janji. Selepas magrib, ia baru mengirim sebuah pesan, &q

Ramati dan Namanya yang Absurd

Gambar
  Di balik namanya yang tidak punya daya juang melawan nama-nama kebarat-baratan yang populer seabad belakangan ini, Ramati mempunyai karakter yang unik dan cara pandang miring tentang dunia. Kadang orang-orang kampung yang kebanyakan amoral itu menyebutnya abnormal. Waktu zaman SMP dulu, ia pernah dirundung oleh teman-teman sepermainannya karena namanya yang tidak asyik (meskipun sekarang mereka sudah tobat dan meminta maaf). Maklum, si Charlotte dan Michelle itu suka sekali menonton film barat bergenre bildungsroman dengan setting sekolahan, yang notabene gemar sekali menampilkan adegan bullying atau perundungan. Dicontohlah oleh mereka apa yang dilihatnya di televisi. Hingga sampai pada suatu saat, sambil terisak, Ramati berjalan pulang dari sekolahnya. Sesampainya di rumah, ia bertanya pada ibunya mengapa namanya tidak “asyik” seperti anak lain. Ibunya yang pernah bercita-cita menjadi seorang filsuf (namun tidak kesampaian) itu menjawab dengan bijak dan penuh karisma. Kat

Tentang Tabiat Manusia, Kebencian, hingga Oedipus Rex

Gambar
Tanpa saya sadari, saya semakin berjarak dengan blog ini. Yang mulanya menulis konten karena tidak ada kerjaan, sekarang hanya menulis jika benar-benar ada yang perlu dibicarakan. Ah, dimana-mana, semakin tua, kesan serius makin nampak. Padahal, siapa yang menginginkan itu terjadi? Oke, jadi benar. Ada hal yang ingin saya bagikan disini, sekarang, sebelum semuanya lenyap digerus otak saya yang lempeng, mudah lupa, makin tumpul disebabkan kebanyakan rebahan (a shout-out for COVID-19!). Dan kali ini saya ingin membicarakannya dengan santai. You too, grab a cup of tea . :) Beberapa hari lalu, tepatnya di hari H Idul Fitri, para kerabat dekat berkunjung ke kediaman saya, dan salah seorang melihat seonggok buku diatas bantal tidur saya. Buku itu bukan novel, melainkan kumpulan esai yang dibendel 471 halaman, dengan desain sampul unik khas orderan seorang budayawan. Dan memang, penulisnya tak lain dan tak bukan adalah seorang budayawan. Amat beken di masanya, dan buku ini